Rabu, 30 April 2014

SENIMAN PANTOMIM : KESERAKAHAN ADALAH SUMBER MASALAH LINGKUNGAN





Seorang bocah bercelana pendek putih bermain gelembung air sabun. Dia mainkan bola-bola gelembung itu ke semua arah. Bocah kecil bertelanjang dada itu bergerak kesana-kemari tanpa suara. Bocah itu tak peduli dengan riuh rendah manusia yang selalu mengikutinya dari belakang. Seorang Pejabat dengan mengenakan jas, dasi serta peci terus sigap menangkap bola-bola gelembung yang dihasilkan sang bocah.

Tak hanya menangkapi bola-bola gelembung dengan serakah, Pejabat yang wajahnya berbedak putih itu juga mengajak empat orang pengikutnya dan seorang wanita untuk turut memecah setiap gelembung yang tercipta dari tangan sang bocah.

Saat upaya pemecahan gelembung itu kian menggila, dari arah selatan hadir seorang wanita dengan dua buah kran di dadanya. Kran di dada kanannya mengalir air yang bening dan bersih, sementara di kran di dada kirinya mengalir air kotor berwarna merah serupa darah busuk. Wanita itu adalah Ibu Bumi.

Demi melihat hadirnya Ibu Bumi yang menggenangi pentas dengan air berwarna merah, sang Pejabat itu mengajak pengikut-pengikutnya untuk meninggalkan sang bocah pencipta gelembung. Pejabat dan pengikutnya itu tak menggubris air bening yang mengalir dari kran yang berada di dada kanan Ibu Bumi. Pejabat dan pengikutnya itu justru ribut memperebutkan air kotor berwarna merah yang mengucur dari dada kiri Ibu Bumi. Pejabat beserta pengikutnya menadah air merah kotor itu dengan serampangan, lalu meminumnya dengan rakusnya.

Tak puas hanya meminum air merah, Pejabat dan pengikutnya malah memperebutkan Ibu Bumi. Mereka meruda-paksa Ibu Bumi. Hingga akhirnya semua terkapar. Ibu Bumi, Pejabat dan pengikutnya, semua terjatuh di tengah-tengah pentas.

Itulah ujung dari opera pantomim yang bertajuk “Bumi Manusia”. Opera Pantomim yang digelar di Pantai Boom, Banyuwangi (27/04) itu sarat dengan satir tentang kontradiksi antara keserakahan dan kelestarian lingkungan.

Saat ditemui seusai pementasan, Faqih Faruq Ende, salah seorang pemain pantomim, menyatakan, lakon yang dimainkan oleh Komunitas Negeri Dongeng, Banyuwangi, itu selain untuk memeriahkan Hari Bumi 2014 juga dimaksudkan untuk mengapresiasi aksi bersih-bersih pantai yang dilakukan pelajar Banyuwangi.

“Para pelajar sudah bersungguh-sungguh memungut sampah yang ada di dua pantai yang ada di Banyuwangi (Pantai Pulau Santen dan Pantai Boom, red.). Kami ingin mengapresiasi aksi mereka, sekaligus memberi para pelajar itu hiburan,” kata Faqih.

Faqih menambahkan, keserakahan dan konsumsi yang berlebihan adalah sumber utama dari persoalan lingkungan. “Cinta bumi itu bisa dimulai dari diri kita sendiri. Kita bisa memulainya dengan bergaya hidup hemat. Hidup sesuai kebutuhan,” imbuh seniman pantomim yang juga penggiat dunia pendidikan anak-anak itu.

Kiriman : Rosdi Bahtiar Martadi

0 komentar:

Posting Komentar